Senin, 12 Oktober 2009

Popularitas; Bisa Racun, Bisa Madu!

Hidup menjadi orang biasa-biasa saja atau seperti orang kebanyakan terkadang memang tidak menyenangkan. Tidak dianggap, tidak didengar, disepelekan bahkan terkadang diremehkan. Sebagaimana hidup sebagai orang yang dikenal luas apalagi dengan popularitas menjulang, juga kerap sangat tidak menggembirakan; kehilangan privacy, tidak bebas melakukan apapun dan menjadi pusat perhatian masyarakat dimana saja berada. Terasa lebih tidak nyaman berada dalam situasi demikiam walau banyak juga yang menikmatinya.

Seperti yang kita ketahui bahwa sosok orang-orang populer bisa berasal dari beragam latar kehidupan; selebritis, olahrawagan, seniman, milyarder, tokoh public dan sebagainya. Sebagaimana popularitas bisa muncul secara tiba-tiba saat seseorang merebutnya dalam momentum yang tepat, dan popularitas itu bisa seketika pupus dalam waktu sekejap. Semua ini tentu terkait erat dengan peran media; cetak dan elektronik untuk menjadikan orang tersebut popular hingga pada masa tertentu, dan habis pada saat tertentu. Sebagaimana popularitas Mbah Surip yang mencorong secara tiba-tiba, atau popularitas seorang Aa Gym yang perlahan surut dan tenggelam begitu saja ketika media mempublikasi pernikahan kedua yang telah dilakukannya. Itulah media, yang bisa sangat baik, namun terkadang berbalik 180 derajat bagi siapa yang dikehendakinya.


Apa yang berhasil direngkuh oleh seorang Michael Jackson; kekayaan, popularitas dan prestasi mendunia, ternyata tidak menjadi jalan yang mengantarkannya meraih kebahagiaan dankehidupan yang leih baik. Kertegantungan kepada obat-obatan hingga kematiannya yang tampak begitu tragis. tanpa orang-orang dekat yang bersama dengannya. Itu hanya satu dari ratusan, atau bahkan ribuan contoh selebritas terkenal di dunia ini yang kita bisa jadikan sebagai pelajaran berharga bagi kita.


Apa yang dialami oleh para selebritis negeri ini, para artis dan seniman yang hidup dengan menjual jasa dan bakatnya di layar kaca atau layar lebar, kerap menuai keprihatinan kita. Di antara mereka ada yang akhirnya tidak mampu mempertahankan keutuhan rumah tangganya setelah namanya perlahan menjulang seiring prestasi yang dibuatnya. Kasus perselingkuhan hingga perceraian terjadi begitu saja karena munculnya orang ketiga dalam biduk rumah tangga yang telah mereka bina sekian lama. Atau di antaranya tersangkut kasus narkoba, perselisihan dan konflik antara anak dan orang tua dan berbagai kasus lain yang kesemua itu menjadi konsumsi public melaui acara intertainment yang khusus mengangkat berbagai hal yang terkait dengan para pesohor dan selebriti tersebut.


Dalam kasus seperti ini perceraian misalnya, siapakah yang akhirnya turut jadi korban? Ya, mereka adalah anak-anak para pesohor tersebut yang seharusnya masih harus didampingi ayah dan ibu mereka dalam proses tumbuh kembangnya. Mereka adalah korban dari kasus ketidakmampuan kedua orang tua menyikapi berbagai masalah yang mereka hadapi sebagai konsekwensi dari popularitas yang mereka miliki.


Begitu kuatnya daya tarik popularitas dan materi, sehingga orang tua juga terkadang abai terhadap kebutuhan psikologis dan jiwa sang anak. Sang anak yang memiliki bakat dan kemampuan lebih terkadang dieksploitasi dan dijadikan lumbung uang tanpa memperhatikan aspek perkembangan mental, kematangan jiwa dan kebutuhan ruhiyahnya dalam menghadapi berbagai masalah yang bakal ia hadapi. Apa yang terjadai pada kasus Marshanda, mungkin dapat dikategorikan dalam kasus ini.


Maka setelah Anda sukses sebagai professional pada bidang apapun, bersiaplah meraih popularitas yang akan menyertai dan penggemar yang mengelu-elukan Anda. Tapi ingat, nama dan popularitas itu ada masa dan waktunya, pada saatnya akan habis tak berbekas. Perlu kematangan jiwa, sikap lebih bijak dan dewasa, agar nama tetap dikenang oleh manusia dengan segala kontribusi kebaikan yang diberikan. Popularitas, bisa jadi racun, juga bisa jadi madu, tergantung bagaimana mengelolanya dan memanfaatkannya.

Tidak ada komentar: