Minggu, 28 Desember 2008

Semakin Akrab dengan Kalender Hijriah

Pada tahun ini, kita akan memasuki awal tahun masehi 2009 dan hijriah 1430 hampir bersamaan. Bila tahun masehi biasa diperingati pada setiap tanggal 1 januari 2008, maka awal tahun hijriah, atau 1 Muharram 1430 kali ini akan jatuh pada tanggal 29 Desember 2008. Kalau pada tahun lalu selisih perbedaan sepuluh hari dimana tahun Baru Masehi lebih dahulu terjadi, maka pada tahun ini hanya selisih 2 atau 3 hari saja. Bila demikian, maka pergantiaan kedua tahun ini kembali akan nyaris bersamaan pada tahun berikutnya.

Pergantiaan tahun Masehi selalu dirayakan secara meriah oleh seluruh manusia di muka bumi; dengan berbagai macam cara dan pesta meriah semalam suntuk. Berbeda dengan peringatan tahun Hijiriah yang bahkan kaum Muslimin pun tidak banyak yang akrab dengan penanggalan ini. Karena itu, sudah saatnya bagi kita mensosialisasikan lebih gencar lagi penanggalan tahun hijriah ini, sebagai momentum perubahan sebagai implementasi hijrah Rasulullah saw. dan para sahabatnya dari Mekah ke Medinah.

Hingga saat ini, kita mungkin percaya dan sudah terbiasa dalam penggunaan tahun baru masehi sebagai tahun baru yang bersifat universal dan berlaku bagi siapa saja dan dari komunitas mana saja, dan menganggap tahun baru Hijriah sebagai tahun baru khusus yang hanya berlaku bagi golongan tertentu, yaitu umat Islam. Padahal sebenarnya tidak demikian. Karena bila kita menelusuri jejak penanggalan tahun masehi, maka itu sesungguhnya kembali kepada komunitas dan budaya tertentu, yaitu budaya Romawi. Hal ini bisa dibuktikan dengan, bahwa Nama-nama bulan pada tahun Masehi ini diambil dari nama-nama dewa pada kepercayaan Romawi Kuno. Tanggal 25 Desember, yang oleh umat Kristen diyakini sebagai hari kelahiran Yesus, sebenarnya adalah hari lahir Dewa Matahari; dewa-nya Romawi Kuno. Dan entah dari mana asal muasalnya, tahun baru dihitung seminggu setelah 25 Desember ini. Tapi yang jelas, tahun baru masehi ini masih berkaitan erat dengan Dewa Matahari dan Romawi Kuno.

Dari fakta di atas menjadi jelas bagi kita bahwa sebenarnya tidak ada tahun baru yang benar-benar bersifat universal. Selama ini, kita hanya meyakini sesuatu berdasarkan kebiasaan, berdasarkan budaya dan tradisi yang telah begitu mengakar pada budaya kita. Adapun "Kesepakatan" yang terjadi sampai saat ini, bahwa tahun baru masehi merupakan tahun baru universal yang berlaku bagi siapa saja dan dari golongan mana saja, menjadi bukti bahwa budaya Romawi Kuno memiliki pengaruh sangat kuat pada peradaban dunia saat ini. Apakah kita mau mengikuti arus mainstream ini? Tidak ada larangan atau paksaan bagi siapa saja untuk mengikuti atau menolak mainstream manapun. Tapi kalau kita mengikuti sesuatu hanya karena ikut-ikutan, atau karena ketidaktahuan dan sama sekali tidak mau tahu, saya kira, kita telah mengambil keputusan yang keliru.

Penanggalan Hijriah di Nusantara
Sampai awal abad ke-20, kalender Hijriah masih dipakai oleh kerajaan-kerajaan di nusantara. Bahkan raja Karangasem, Ratu Agung Ngurah yang beragama Hindu, dalam surat-suratnya kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda Otto van Rees yang beragama Nasrani, masih menggunakan tarikh 1313 Hijriyah (1894 Masehi). Kalender Masehi baru secara resmi dipakai di seluruh Indonesia mulai tahun 1910 dengan berlakunya Wet op het Nederlandsch Onderdaanschap, hukum yang menyeragamkan seluruh rakyat Hindia Belanda.

Jenis kalender
Ada tiga jenis kalender yang dipakai umat manusia penghuni planet ini. Pertama, kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari yaitu 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari. Kedua, kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satu tahunnya adalah dua belas kali lamanya bulan mengelilingi bumi, yaitu 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari.
Ketiga, kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Oleh karena kalender lunar dalam setahun 11 hari lebih cepat dari kalender solar, maka kalender lunisolar memiliki bulan interkalasi (bulan tambahan, bulan ke-13) setiap tiga tahun, agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari.

Kalender Masehi, Iran, dan Jepang merupakan kalender solar, sedangkan kalender Hijriah dan Jawa merupakan kalender lunar. Adapun contoh kalender lunisolar adalah kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi.

Pada kalender solar, pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi bulan. Adapun pada kalender lunar dan lunisolar pergantian hari terjadi ketika matahari terbenam (sunset) dan awal setiap bulan adalah saat konjungsi (Imlek, Saka, dan Buddha) atau saat munculnya hilal (Hijriah, Jawa, dan Yahudi). Oleh karena awal bulan kalender Imlek dan Saka adalah akhir bulan kalender Hijriah, tanggal kalender Imlek dan Saka umumnya sehari lebih dahulu dari tanggal kalender Hijriah.

Arab Pra-Islam
Sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw, masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Tahun baru (Ra's as-Sanah = "Kepala Tahun") selalu berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar ("kuning"). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi`) berturut-turut dinamai Rabi`ul-Awwal dan Rabi`ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau "beku") sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (Rajab) pada bulan Maret. Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya'ban (syi'b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan Ramadan ("pembakaran") dan Syawwal ("peningkatan"). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang istirahat duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa`dah (qa`id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim a.s.

Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w., maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi'. Hal ini tercantum dalam kitab suci Alqur'an Surat at-Taubah ayat 36 dan 37. Dengan turunnya wahyu Allah di atas, Nabi Muhammad saw mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi bergantung kepada perjalanan matahari. Meskipun nama-nama bulan dari Muharam sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadan ("pembakaran") tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal ("beku pertama") tidak selalu pada musim dingin.

Perhitungan Tahun Hijriah
Pada masa Nabi Muhammad saw., penyebutan tahun berdasarkan suatu peristiwa yang dianggap penting pada tahun tersebut. Misalnya, Nabi Muhammad saw. lahir tanggal 12 Rabi`ul-Awwal Tahun Gajah ('Am al-Fil), sebab pada tahun tersebut pasukan bergajah, raja Abrahah dari Yaman berniat menyerang Ka'bah.

Ketika Nabi Muhammad saw wafat tahun 632, kekuasaan Islam baru meliputi Semenanjung Arabia. Tetapi pada masa Khalifah Umar ibn Khattab (634-644) kekuasaan Islam meluas dari Mesir sampai Persia. Pada tahun 638, Gubernur Irak Abu Musa al-Asy`ari berkirim surat kepada Khalifah Umar di Madinah, yang isinya antara lain: "Surat-surat kita memiliki tanggal dan bulan, tetapi tidak berangka tahun. Sudah saatnya umat Islam membuat tarikh sendiri dalam perhitungan tahun."

Khalifah Umar ibn Khattab menyetujui usul gubernurnya ini. Terbentuklah panitia yang diketuai Khalifah Umar sendiri dengan anggota enam Sahabat Nabi terkemuka, yaitu Utsman ibn Affan, Ali ibn Abi Talib, Abdurrahman ibn Auf, Sa`ad ibn Abi Waqqas, Talhah ibn Ubaidillah, dan Zubair ibn Awwam. Mereka bermusyawarah untuk menentukan Tahun Satu dari kalender yang selama ini digunakan tanpa angka tahun. Ada yang mengusulkan perhitungan dari tahun kelahiran Nabi ('Am al-Fil, 571 M), dan ada pula yang mengusulkan tahun turunnya wahyu Allah yang pertama ('Am al-Bi'tsah, 610 M). Tetapi akhirnya yang disepakati panitia adalah usul dari Ali ibn Abi Talib, yaitu tahun berhijrahnya kaum Muslimin dari Mekah ke Madinah ('Am al-Hijrah, 622 M).

Ali ibn Abi Talib mengemukakan tiga argumentasi. Pertama, dalam Alquran sangat banyak penghargaan Allah Ta'ala bagi orang-orang yang berhijrah (al-ladzina hajaru). Kedua, masyarakat Islam yang berdaulat dan mandiri baru terwujud setelah hijrah ke Madinah. Ketiga, umat Islam sepanjang zaman diharapkan selalu memiliki semangat hijriah, yaitu jiwa dinamis yang tidak terpaku pada satu keadaan dan ingin berhijrah kepada kondisi yang lebih baik.
Maka Khalifah Umar ibn Khattab mengeluarkan keputusan bahwa tahun hijrah Nabi adalah Tahun Satu, dan sejak saat itu kalender umat Islam disebut Tarikh Hijriah. Tanggal 1 Muharram 1 Hijriah bertepatan dengan 16 Tammuz 622 Rumi (16 Juli 622 Masehi). Tahun keluarnya keputusan Khalifah itu (638 M) langsung ditetapkan sebagai tahun 17 Hijriyah. Dokumen tertulis bertarikh Hijriah yang paling awal (mencantumkan Sanah 17 = Tahun 17) adalah Maklumat Keamanan dan Kebebasan Beragama dari Khalifah Umar ibn Khattab kepada seluruh penduduk Kota Aelia (Jerusalem) yang baru saja dibebaskan laskar Islam dari penjajahan Romawi.

Sistem Kalender Hijriah dari Muharram sampai Dzulhijjah, setiap bulan 30 atau 29 hari sehingga 354 hari setahun. Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. Pada tanggal 31 Januari 2006, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1427 Hijriyah, tahun ke-17 dalam siklus 1411-1440. Oleh karena peredaran bulan adalah sesuatu yang eksak, maka awal puasa dan Idul fitri pada masa mendatang sudah dapat dihitung secara ilmiah! Setiap 32 atau 33 tahun, dalam satu tahun Masehi terjadi dua kali Idulfitri (awal Januari dan akhir Desember) seperti pada tahun 2000 yang lalu. Idulfitri berdekatan dengan Tahun Baru Masehi. Fenomena ini pernah terjadi pada tahun 1870, 1903, 1935, 1968, dan akan berlangsung lagi tahun 2033, 2065, 2098, 2130, dan seterusnya.

Konversi tahun Hijriyah ke tahun Masehi atau sebaliknya dapat dilakukan dengan memakai rumus: M = 32/33 H + 622 H = 33/32 ( M - 622 ) Kalender Hijriah setiap tahun 11 hari lebih cepat dari kalender Masehi, sehingga selisih angka tahun dari kedua kalender ini lambat laun makin mengecil. Angka tahun Hijriah pelan-pelan 'mengejar' angka tahun Masehi, dan menurut rumus di atas keduanya akan bertemu pada tahun 20526 Masehi yang bertepatan dengan tahun 20526 Hijriah. Saat itu kita entah sudah berada di mana. "Demi waktu! Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian..." demikian pesan suci Alqur'an dalam surat al-Ashr. Semoga pada tahun baru Hijriah 1429 nanti kita dapat lebih baik dari tahun sebelumnya, kita lebih akrab lagi dengan tahun baru Islam dan secara perlahan-lahan menjadikannya sebagai tanggalan universal yang tidak hanya digunakan oleh umat Islam, tapi seluruh manusia di jagat raya ini. Amin.
Penulis: Irfan Anshory
(Penulis, Direktur "Ganesha Operation" Bandung)

Refleksi Tahun Baru Hijriah 1430

Hari-hari ini kita telah memasuki bulan Muharram tahun 1430 Hijriah. Seakan tidak terasa, waktu berjalan dengan cepat, hari berganti hari, pekan, bulan, dan tahun berlalu silih berganti seiring dengan bergantinya siang dan malam. Bagi kita, barangkali tahun baru ini tidak seberapa berkesan karena negara kita tidak menggunakan kalender Hijriah, tetapi Masehi. Dan yang akrab dalam keseharian kita adalah hitungan kalender Masehi. Tanggal lahir, pernikahan, masuk dan libur kantor dan sebagainya. Akan tetapi sebagai seorang muslim kita perlu untuk sejenak menghayati beberapa hal yang terkait dengan penanggalan Islam ini. Beberapa hal yang seyogyanya kita jadikan renungan itu adalah :

1. Syukur atas Usia yang diberikan Allah

Umur adalah nikmat yang diberikan Allah pada kita, dan jarang kita syukuri. Betapa banyak orang yang kita kenal, baik teman, sahabat , keluarga, guru, atau siapa pun yang kita kenal, tahun lalu masih hidup bersama kita. Bergurau, berkomunikasi, mengajar, menasehati atau melakukan aktifitas hidup sehari-hari, namun tahun ini dia telah tiada. Dia telah wafat, menghadap Allah Suhanahu wa ta’ala dengan membawa amal shalehnya dan mempertanggungjawabkan kesalahannya. Sementara kita saat ini masih diberi Allah kesempatan untuk bertaubat, memperbaiki kesalahan yang kita perbuat, menambah amal shaleh sebagai bekal menghadap Allah.
Umur yang kita hitung pada diri kita seringkali kita tetapkan berdasarkan hitungan kalender Masehi. Dan hitungan atau jumlah usia kita tentu akan lebih sedikit bila dibandingkan dengan hitungan yang mengacu pada kalender hijriyah. Sementara, lepas dari masalah ajal yang akan datang menjemput sewakatu-waktu, terkadang kita menganggap usia kita yang dibanding Rasulullah saw. yang wafat pada usia 63 tahun, kita merasa masih jauh dari angka itu. Padahal bisa jadi hitungan umur kita telah lebih banyak dari yang kita tetapkan. Karena itu sangat tidak layak apabila seseorang yang masih diberi kesehatan, kelapangan rizki dan kesempatan untuk beramal lalai bersyukur pada Allah dengan mengabaikan perintah-perintahNya serta sering melanggar larangan-laranganNya.

2. Muhasabah (introspeksi diri) dan istighfar.

Ini adalah hal yang penting dilakukan setiap muslim. Karena sebuah kepastian bahwa waktu yang telah berlalu tidak mungkin akan kembali lagi, sementara disadari atau tidak kematian akan datang sewaktu-waktu dan yang bermanfaat saat itu hanyalah amal shaleh. Apa yang sudah dilakukan sebagai bentuk amal shaleh? Sudahkah tilawah al-Qur’an, sedekah dan dzikir kita menghapuskan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan? Malam-malam yang kita lewati, lebih sering kita gunakan untuk sujud kepada Allah, meneteskan air mata keinsyafan ataukah lebih banyak untuk begadang menikmati tayangan-tayangan sinetron, film dan sebagainya dari televisi? Langkah-langkah kaki kita, kemana kita gunakan? Dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan semacam ini selayaknya menemani hati dan pikiran seorang muslim yang beriman pada Allah dan Hari Akhir, lebih-lebih dalam suasana pergantian tahun seperti sekarang ini. Pergantian tahun bukan sekedar pergantian kalender di rumah kita, namun peringatan bagi kita apa yang sudah kita lakukan tahun lalu, dan apa yang akan kita perbuat esok.

Allah berfirman :

(( يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله ولتنظر نفس ما قدمت لغد واتقوا الله إن الله خبير بما تعملون ))
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Hasyr: 18).

Ayat ini memperingatkan kita untuk mengevaluasi perbuatan yang telah kita lakukan pada masa lalu agar meningkat di masa datang yang pada akhirnya menjadi bekal kita pada hari kiamat kelak.
Rasulullah saw bersabda : "Orang yang cerdas adalah orang yang menghitung-hitung amal baik (dan selalu merasa kurang) dan beramal shaleh sebagai persiapan menghadapi kematian".

Dalam sebuah atsar yang cukup mashur dari Umar bin Khaththab ra beliau berkata : "Hitunglah amal kalian, sebelum dihitung oleh Allah"

3. Mengenang Hijrah Rasulullah saw

Sebenarnya dalam kitab Tarikh Ibnu Hisyam dinyatakan bahwa keberangkatan hijrah Rasulullah dari Mekah ke Madinah adalah pada akhir bulan Shafar, dan tiba di Madinah pada awal bulan Rabiul Awal. Jadi bukan pada tanggal 1 Muharram sebagaimana anggapan sebagian orang. Sedangkan penetapan Bulan Muharram sebagai awal bulan dalam kalender Hijriyah adalah hasil musyawarah pada zaman Khalifah Umar bin Khatthab ra tatkala mencanangkan penanggalan Islam. Pada saat itu ada yang mengusulkan Rabiul Awal sebagai l bulan ada pula yang mengusulkan bulan Ramadhan. Namun kesepakatan yang muncul saat itu adalah bulan Muharram, dengan pertimbangan pada bulan ini telah bulat keputusan Rasulullah saw untuk hijrah pasca peristiwa Bai’atul Aqabah, dimana terjadi bai’at 75 orang Madinah yang siap membela dan melindungi Rasulullah SAW, apabila beliau datang ke Madinah. Dengan adanya bai'at ini Rasulullah pun melakukan persiapan untuk hijrah, dan baru dapat terealisasi pada bulan Shafar, meski ancaman maut dari orang-orang Qurais senantiasa mengintai beliau.

Peristiwa hijrah ini seyogyanya kita ambil sebagai sebuah pelajaran berharga dalam kehidupan kita. Betapapun berat menegakkan agama Allah, tetapi seorang muslim tidak layak untuk mengundurkan diri untuk berperan didalamnya. Rasulullah SAW, akan keluar dari rumah sudah ditunggu orang-orang yang ingin membunuhnya. Begitu selesai melewati mereka, dan harus bersembunyi dahulu di sebuah goa,masih juga dikejar, namun mereka tidak berhasil dan beliau dapat meneruskan perjalanan. Namun pengejaran tetap dilakukan, tetapi Allah menyelamatkan beliau yang ditemani Abu Bakar hingga sampai di Madinah dengan selamat. Allah menolong hamba yang menolong agamaNya. Perjalanan dari Mekah ke Madinah yang melewati padang pasir nan tandus dan gersang beliau lakukan demi sebuah perjuangan yang menuntut sebuah pengorbanan. Namun dibalik kesulitan ada kemudahan. Begitu tiba di Madianah, dimulailah babak baru perjuangan Islam. Perjuangan demi perjuangan beliau lakukan. Menyampaikan wahyu Allah, mendidik manusia agar menjadi masyarakat yang beradab dan terkadang harus menghadapi musuh yang tidak ingin hadirnya agama baru. Tak jarang beliau turut serta ke medan perang untuk menyabung nyawa demi tegaknya agama Allah, hingga Islam tegak sebagai agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk dunia saat itu. Lalu sudahkah kita berbuat untuk agama kita?

4. Kalender Hijriyah adalah Kalender Ibadah kita

Barangkali kita tidak memperhatikan bahwa ibadah yang kita lakukan seringkali berkait erat dengan penanggalan Hijriyah. Akan tetapi hari yang istimewa bagi kebanyakan dari kita bukan hari Jum’at, melainkan hari Minggu. Karena kalender yang kita pakai adalah Kalender Masehi. Dan sekedar mengingatkan, hari Minggu adalah hari ibadah orang-orang Nasrani. Sementara Rasulullah saw menyatakan bahwa hari jum’at adalah sayyidul ayyam (hari yang utama diantara hari yang lain). Demikian pula penetapan hari raya kita, baik Idul Adha maupun Idul Fitri pun mengacu pada hitungan kalender Hijriyah. Wukuf di Arafah yang merupakan satu rukun dalam ibadah haji, waktunya pun berpijak pada kalender hijriah. Begitu pula awal Puasa Ramadhan, puasa ayyamul Bidh ( tanggal 13,14,15 tiap bulan) dan sebagainya mengacu pada Penanggalan Hijriah. Untuk itu seyogyanya bagi setiap muslim untuk menambah perhatiannya pada Kalender Islam ini.

Oleh: Islamhouse team indonesia

Jumat, 26 Desember 2008

Wanita Perkasa

Saya menyebutnya sebagai "Wanita Perkasa". Seorang ibu yang layak dijadikan panutan bagi wanita lainnya. Sangat menyentuh dan menginspirasi, sehingga saya meng-upload video ini dari liputan6. sctv. sebagai "The Inspiring Women" pada hari ibu. Semoga Ibu Agustina Darmayanti senantiasa tabah menghadapi ujian ini, dan menjalani kehidupannya dengan penuh keikhlasan kepada Allah Azza wa Jalla.

Sabtu, 13 Desember 2008

Doa Penawar Hati yang Duka.

اَلَّلهُمَّ إنِّي عَبْدُكَ اِبْنُ عَـبْدِكَ اِبْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمٌكَ عَدْلٌ فِيًَّ قَضَــاؤُكَ أَسْـأَلُكَ بِكُلِّ اِسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَـكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَـابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِـكَ أَوْ اسْتَـأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمٍ اْلغَيْـبِ عِـنْـدَكَ أَنْ تَجْعَـلَ اْلقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِي وَ نُوْرَ صَـدْرِيْ وَ جَلاَءَ حُـزْنِي وَ ذَهَــابَ هَمِّي

“Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu (Adam) dan anak hamba perempuanmu (|Hawa) ubun-ubunku di tangan-Mu, hukuman-Mu jatuh kepadaku, qadha-Mu kepadaku adalah adil. Aku mohon kepada-Mu dengan setiap nama (baik) yang telah Engkau gunakan untuk diri-Mu, yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, Engkau ajarkan kepada seorang dari makhluk-Mu, atau yang Engkau khususkan untuk diri-Mu dalam ilmu gaib di sisi-Mu, jadikanlah Al-Qur’an sebagai penentram hatiku, cahaya di dadaku, pelenyap duka dan kesedihanku. (HR. Ahmad)

اَلَّلهُمَّ إنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنَ اْلهَمِّ وَ اْلحَزَنِ، وَ اْلعَجْزِ وَ اْلكَسَلِ، وَ اْلجُبْنِ وَ اْلبُخْلِ، وِ ضَلْعِ الدَّيْنِ وَ غَلْبَةِ الرِّجَــالِ

Ya, Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari (hal yang) menyedihkan dan menyusahkan, lemah dan malas, bakhil dan penakut, utang yang menyibukkan (pikiran dan hatiku), dan laki-laki yang menindasku. (HR. Bukhari)

Jumat, 12 Desember 2008

Selamat Tinggal Oemar Bakri!

Kalau ada yang berkata bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawannya, maka kita perlu menambahkannya dengan kalimat lain seperti ini, bangsa yang besar adalah yang menghargai pendidikan dan para pendidiknya. Inilah yang dibuktikan oleh Negara-negara maju di dunia, atau yang lebih dekat lagi Negara-negara di kawasan Asia, atau bahkan Asean; Singapura, Malaysia dan kini Thailand.

Sistim pendidikan, kurikulum, dan pendidik adalah tiga unsur penting yang tidak dapat dipisahkan dari dunia pendidikan. Apabila salah satu dari unsur ini lemah, maka akan mempengaruhi unsur lainnya. Salah satu dari unsure yang sangat fundamental itu adalah ketersediaan tenaga guru atau pendidik yang professional. Inilah salah sisi dari dunia pendidikan kita yang belum memperoleh perhatian memadai selain minimnya alokasi APBN untuk anggaran pendidikan.

Lagu Oemar Bakri karya Iwan Fals yang sangat popular itu seakan mewakili performa dan tampilan guru-guru kita di tanah air; penghasilan yang pas-pasan walau bakti mereka tak diragukan. Sehingga kita menemukan di antara mereka ada yang berprofesi ganda sebagai tukang ojek, tukang jahit dan tukang-tukang lainnya. Lalu bagaimana mereka bisa professional atau focus sebagai pendidik bila mereka harus nyambi untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang kian berat?

Walau kini ada secercah harapan yang semoga dapat menumbuhkan optimisme kita bahwa para pemimpin negeri ini mulai memperhatikan pendidikan bagi masyarakatnya; alokasi APBN untuk anggaran pendidikan sebesar 20%, peningkatan gaji (kesejahteraan) para guru, SPP gratis dan sebagainya, yang semua itu bermuara pada perbaikan kwalitas pendidikan kita, sehingga anak-anak yang lahir dari rahim negeri ini tumbuh sebagai manusia berkwalitas dan bermanfaat bagi Negara, bangsa dan agamanya. Dan biarlah Oemar Bakri menjadi catatan sejarah perjalanan bangsa ini.