Kontroversi kembali dimunculkan negeri jiran Malaysia, setelah Rumah Produksi (KRU) negara tersebut menampilkan Tari Pendet dalam program film mereka. Ini adalah klaim kesekian kalinya yang masih saja terulang terhadap sejumlah kekayaan seni dan budaya Indonesia, membuat suasana panas muncul kembali antara kedua Negara. Apalagi kasus lepasnya Sipadan-Ligitan dan patroli militer Malaysia di perairan Ambalat masih lekat dalam ingatan. Pemerintah RI, dalam hal ini Presiden SBY pun sangat terusik dengan adanya klaim tersebut. Ditambah lagi dengan kasus Ambalat beberapa waktu lampau yang tampak berusaha dijadikan sebagai bagian dari wilayah territorial Malaysia dengan melakukan patroli laut disekitar pulau tersebut sembari mengusir para nelayan Indonesia yang mencari ikan disana.Klaim atau pengakuan yang kesekian kalinya terhadap apa yang menjadi milik Indonesia akhirnya menuai caci maki dan amarah luar biasa dari rakyat, termasuk ‘rakyat’ Kompasiana yang dalam beberapa hari terakhir sejumlah postingan terkait kisruh tersebut masih tetap populer dan dikunjungi banyak pembaca disertai beragam komentar panas terhadap Negara tetangga yang kerap menggembar-gemborkan sebagai negara serumpun, sekaligus disertai kritik pedas nan tajam terhadap reaksi dan sikap yang diambil pemerintah terhadap kasus seperti ini. Walau SBY, konon sudah menampakkan amarah dan ketidaksukaannya terhadap realitas tersebut. Namun kita semua tidak tahu bagaimana beliau melampiaskan amarahnya, dan apa hasil yang diperoleh dari amarah yang ditampilkan pa SBY itu.
Bahkan bukan sekedar caci maki dan umpatan kasar yang ditujukan terhadap pemerintah Malaysia. Seruan ‘Ganyang Malaysia’ kembali berkumandang setelah sempat redup pasca demo besar-besaran di depan Kedubes Malaysia ketika seorang pelatih Karateka Indonesia dihajar polisi Diraja Malaysia pada September 2007 lalu, dan kasus penganiayaan terhadap sejumlah TKI yang bekerja disana. Menggemanya kembali seruan “Ganyang Malaysia” oleh sejumlah pihak di tanah air membuat saya tepekur sejenak, bahwa walau seruan tersebut adalah letupan emosi dan amarah yang seakan sudah sampai di ubun-ubun dan akhirnya akan reda juga, namun bila itu terjadi (dan kedua Negara niscaya tak menghendakinya), sanggupkan kita memenangkan pertempuran melawan Malaysia yang walau wilayahnya sangat kecil dan personil tentaranya lebih sedikit namun memiliki persenjataan militer yang konon lebih canggih?
Mari kita melihat perimbangan kekuatan militer kedua Negara:
MALAYSIA
Militer Negeri Jiran itu bernama Tentara Diraja Malaysia. Pada awal pembentukannya, peralatan militer buatan Inggris banyak dipakai negara ini. Kini mereka menggunakan peralatan dari sejumlah negara, termasuk pesawat buatan Indonesia.
Kapal Perang
- Satu kapal penyelam dilengkapi meriam 20 mm
- Dua kapal cepat pengangkut pasukan
- Empat kapal patroli buatan Prancis ber-rudal Exocet MM38 dan meriam Bofors
- 24 kapal perang yang berpangkalan di empat tempat: Lumut, Sandakan Sabah, Kuantan, dan Labuan. KD Kerambit yang berada di sekitar Ambalat merupakan salah satu kapan yang berpangkalan di Sandakan, Sabah.
- Dua kapal patroli buatan Korea Selatan yang dilengkapi meriam 100 mm Creusot Loire, 30 mm Emerlac, dan senjata penangkis antikapal selam. Kapal ini berpangkalan di Kuantan/
- Empat kapal buatan Swedia dilengkapi rudal MM38 Exocet, 57 mm Bofors, dan 40 mm Bofors berpangkalan.
- Empat kapal Frigate, dua di antaranya dibeli bekas dari Angkatan Laut Kerajaan Inggris.
- Enam kapal Corvette buatan Jerman
- Empat kapal patroli penangkis ranjau buatan Italia
- Dua kapal Multi Purpose Command and Support Ship buatan Jerman dan Korea Selatan
- Satu kapal Sealift
- Dua kapal Hydro
Pesawat Tempur
- F-5 E
- Hawk MK108 berpangkalan di Alor Setar, Kuantan, dan Labuan
- Hawk MK-208 berpangkalan di Alor Setar, Kuantan, dan Labuan
- Delapan F/A-18D berpangkalan di Alor Setar
- Mig-29 berpangkalan di Kuantan
- SU-30 berpangkalan di Kuantan
- F-28 berpangkalan di Kuala Lumpur
- Falcon berpangkalan di Kuala Lumpur
- Beech 200T berpangkalan di Kuala Lumpur
- C-130H berpangkalan di Kuala Lumpur
- CN-235 berpangkalan di Kuala Lumpur
- S61A-4 berpangkalan di Kuala Lumpur, Kuching, dan Labuan
- AS61N-1 berpangkalan di Kuala Lumpur
- S70A-34 berpangkalan di Kuala Lumpur
Personel
- Jumlah prajurit semua angkatan: 196.042 (2002)
- Anggaran militer per tahun: US1,69 triliun (2,03 persen GDP)
INDONESIA
Embargo pembelian peralatan militer dari Amerika membuat rontok sejumlah peralatan militer Indonesia. Pesawat tempur terbaru, Sukhoi SU-27 SK dan SU-30 MK buatan Rusia, pun masih ompong tak punya senjata. Adapun dari 12 pesawat tempur “andalan”, F-16, dua di antaranya sudah jatuh dan hanya delapan siap terbang.
Pesawat dan Heli
- Delapan Hawk MK 109 berpangkalan di Pekanbaru, Pontianak
- 32 Hawk MK 209 berpangkalan di Pekanbaru, Pontianak
- Enam CN235 berpangkalan di Halim
- Delapan F27-400M berpangkalan di Halim
- SF260MS/WS berpangkalan di Halim
- B707-3MIC
- Tujuh pesawat F27-400M
- F28-1000/3000
- L100-30
- C-130H-30 berpangkalan di Halim
- NAS332L1
- L100-30
- EC-120B
- 12 unit Heli Bell 47G-3B-1 berpangkalan di Kalijati
- Lima F-16A berpangkalan di Madiun
- Lima F-16B berpangkalan di Madiun
- F-5E berpangkalan di Madiun
- F-5F berpangkalan di Madiun
- Hawk Mk53 berpangkalan di Madiun
- dua Su-27SK berpangkalan di Makassar
- dua Su-30MK berpangkalan di Makassar
- NC212M-100/200 berpangkalan di Malang
- Ce 401A berpangkalan di Malang
- Ce 402A berpangkalan di Malang
- 10 Pesawat Bronco OV-10F di Malang
Kapal Perang
- 114 armada berbagai jenis (sepertiganya untuk operasi rutin, sepertiga untuk latihan, dan sisanya untuk pemeliharaan)
Personel
Jumlah prajurit (semua angkatan): 250 ribu orang
Anggaran militer per tahun: US$ 1 triliun (1,3 persen GDP)
Diambil dari: http://www.tempointeraktif.com/hg/narasi/2005/03/08/nrs,20050308-01,id.html yang bersumber dari: www.scramble.nl, and www.nationmaster.com, TDLM
Yang up to date dapat dilihat disini:
Dari data ini kita bisa mengetahui perimbangan kekuatan kedua Negara, yang walau masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, namun kita tetap yakin bahwa Indonesia akan dengan mudah menaklukkan Malaysia sekaligus menjadikannya sebagai Propinsi ke 34 secara de fakto (ini postingan bung osa-kurniawan-ilham) bahkan secara de jure. Itupun bila negara yang menjadi induk semang Malaysia, yaitu Inggris tidak turut campur membantu mantan jajahannya. Apalagi bila ada pengiriman sipil militer khususnya mereka yang memiliki nasionalisme tinggi yang ada di negeri ini, dan lebih khusus lagi mereka yang menggemakan ‘Ganyang Malaysia’, termasuk mereka yang menuliskan komentar nasionalismenya di postingan sdr. Abdi Darma di Kompasiana, maka saya kira pertempuran akan dengan cepat berakhir.
Tapi sebelum itu, apakah memang cara ini yang akan ditempuh sebagai diplomasi terakhir kedua Negara bertetangga, negara serumpun, dan bahkan sejumlah kalangan elit dan pemimpin bangsanya konon berasal dari keturunan suku Bugis (ini postingan Andy Syoekryamal)? Pertanyaan ini berpulang kepada pemerintah Indonesia yang seharusnya bersikap sangat tegas terhadap Negara tetangga yang kehilangan identitas pribadi dan tidak punya rasa malu itu, yang telah beberapa kali mengkitik-kitik (meminjam kalimat kang Pepih) dengan berbagai macam cara; merebut Sipadan-Ligitan, patroli di Ambalat, mengklaim kekayaan seni dan budaya Indonesia serta penganiayaan terhadap TKI yang bekerja disana.
Ini sengaja mereka lakukan karena mereka melihat bahwa kita sangat lemah dalam beberapa sisi:
1- Diplomasi politik yang tidak mumpuni
2- Kekuatan militer yang terbatas dan lemah
3- Fundamental ekonomi dan pendidikan lemah.
4- Korupsi yang masih marak di kalangan elit pemerintah dan swasta.
5- Pengawasan terhadap khazanah seni dan budaya yang juga lemah dan berbagai kelemahan lain.
Berbagai kelemahan ini tentu saja tidak untuk semakin memojokkan pemerintahan negeri ini. Tapi semua itu untuk dijadikan sebagai informasi dan masukan, untuk selanjutnya dilakukan upaya perbaikan pada seluruh sector tersebut secara simultan dan berkesinambungan. Karena hanya dengan cara seperti itulah negara kita, Indonesia akan disegani, dihormati dan bermartabat dihadapan Negara-negara lain. Pada saat itulah, saya dan kita semua yakin takkan mendengar lagi adanya pelecehan terhadap militer Indonesia di perairan Indonesia, atau klaim dan pengakuan terhadap sebuah pulau atau kekayaan seni dan budaya milik negeri ini, apalagi cerita pilu TKI kita yang dianiaya oleh majikan negara tetangga.
Caci maki, umpatan, hinaan dan berbagai kalimat senada lainnya yang tak ada habisnya sebagai ekspresi luapan amarah, dan katanya sebagai bukti nasionalisme yang ditujukan kepada pemerintah dan rakyat Malaysia, atau bahkan kepada pemerintah sendiri, takkan pernah menyelesaikan masalah. Menurut saya, pressure dan kritik membangun harus lebih banyak ditujukan kepada pemerintah kita sendiri, seraya setiap kita terlibat aktif dalam proses perbaikan dan pembenahan moral, mental dan edukasi di tengah masyarakat. Sehingga berbagai kelemahan yang sudah terdeteksi itu dapat segera diatasi agar pemerintah dan kita rakyat Indonesia lebih kuat, terhormat dan bermartabat, tidak hanya di hadapan negara tetangga yang sebenarnya bukan ancaman itu, tetapi di mata dunia internasional!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar