Senin, 12 Oktober 2009

JK, Dalam Perspektif Cinta Tanah Air

Kemeriahan Pilpres 2009 yang dilakukan secara langsung, bebas dan (dibeberapa tempat tidak) rahasia serta melibatkan seluruh rakyat Indonesia yang memiliki hak pilih baru saja usai. Segala kontroversi yang terjadi di dalamnya; kecurangan, DPT, penggelembungan suara dan sebagainya juga telah berakhir di meja MK (Mahkamah Konstitusi) yang akhirnya membatalkan gugatan yang diajukan tim sukses kedua capres, Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Salah satu yang menarik dan menyita animo masyarakat Indonesia saat kampanye Pilpres berlangsung tak pelak lagi adalah acara debat yang mempertemukan ketiga kandidat dan disiarkan secara langsung dan tunda dihampir seluruh stasiun televisi. Khususnya televise yang menggelari dirinya sebagai televisi pemilu. Selain debat, para capres dan cawapres juga diuji kemampuan, kapasitas dan kelayakannya di hadapan berbagai organisasi dan institusi yang ada dinegeri ini. Antara lain dihadapan pada penguasa yang tergabung dalam Kadin dan Hipmi, para dokter, wartawan dan komunitas lain.


Setelah menyaksikan acara debat dan uji kelayakan setiap capres saat berhadapan dengan berbagai komunitas tersebut, maka sebagian besar kita mungkin sepakat bahwa capres yang menjadi bintang dan berhasil menyedot daya tarik penonton adalah capres Jusuf Kalla. Ia begitu lepas, lugas, spontan, tampak menguasai berbagai persoalan yang diajukan kepadanya disertai bumbu humor yang muncul secara tak terduga. Itulah Jusuf Kalla, dengan dialek dan logat yang sangat Makassar tidak menjadi penghalang baginya untuk menjelaskan berbagai hal tentang negeri ini, termasuk bentuk kecintaan beliau pada tanah airnya melalui jawaban dan penampilannya yang begitu atraktif.


Kita tentu masih sangat ingat saat beliau berhadapan dengan para penguasaha dari Kadin kemudian bertanya balik kepada sang penanya tentang merk sepatu yang ia kenakan. Kemudian berpaling kepada ibu Dewi Motik dan menanyakan tas yang ia pakai. Ia lalu berkata perlunya satu kata dengan perbuatan. Sejurus kemudian JK mencopot sepatunya dan memperlihatkannya kepada para peserta, “Lihat sepatu saya, JK collection”. Spontanitas yang diperlihatkan JK disambut tepuk tangan meriah para hadirin, bahkan mereka yang ketika itu menonton aksi spontanistas JK melalui layar kacapun akan terpesona dan turut bersorak.


Para pedagang sepatu Cibaduyut tempat pabrikan sepatu paling dikenal di negeri ini yang sangat merasakan dampak promosi gratis yang dilakukan JK. Membuat produksi mereka laris manis dan jelas saja keuntungan lebih besar diperoleh. Walau kita tahu bahwa jauh sebelum pilpres digelar JK kerap mengajukan pertanyaan mendadak kepada para menteri mengenai sepatu yang mereka kenakan, agar menggunakan produk dalam negeri sebagai bukti cinta pada produk sendiri sebagai jargon yang kerap kita dengung-dengungkan. Namun begitulah, tidak mudah menyatukan kata dengan perbuatan.


Saya kira bukan hanya pada sisi ini JK memperlihatkan bentuk kecintaannya kepada negeri ini. Beliau juga sering mempromosikan kain batik dan sekaligus mendorong para pengusaha agar dapat bersaing dengan produk luar negeri. Kita juga tahu keterlibatan beliau di Aceh, Poso, Ambon, negosiasinya dengan Najib (PM Malaysia) dan berbagai hal lain memberikan seabrek pelajaran penting bagi kita tentang apa yang seharusnya kita lakukan untuk negeri ini saat tampil sebagai pejabat dan pemimpin atau sebagai rakyat biasa.


Dan ketika moderator debat bertanya, apa akan ia lakukan bila tak terpilih sebagai presiden, sekali lagi dengan enteng menjawab, “Saya akan pulang kampung mengurus masjid dan perusahaan.”


Itulah HM. Jusuf Kalla, salah satu putra terbaik bangsa yang pernah lahir di negeri ini. Penampilan, dialek dan logatnya yang sangat Makassar adalah ciri khas yang membedakannya dengan yang lain. Walau akhirnya mayoritas rakyat Indonesia belum memilihnya sebagai Presiden untuk masa bakti berikutnya, toh JK telah memberikan yang terbaik bagi negerinya. Selamat Pa JK! Jasa dan bakti Anda akan selalu dikenang

Tidak ada komentar: